*”Duh, Alangkah Jernihnya Air Sungai Rein di Jerman”*

banner 120x600

*KETIKA Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Musi Andi Wijaya Adani berjumpa dengan Pj Walikota Palembang Ucok Abdulrauf Dementa dalam acara _World Toilet Day_ (Hari Toilet Sedunia) 2024, Sabtu (16/11/2024), ingatannya melayang jauh saat berada di Jerman tahun 2000-2003*.

 

——

 

Pertemuan hari itu membangkitkan ingatanku yang begitu akrab dan sama-sama menggali ilmu dengan nilai-nilai reliji (Islam) di Jerman.

 

“Saya dan Pak Damenta saat itu kerap kali bertemu  sebagai mahasiswa Islam Indonesia di Jerman. Progres pertemuan antarmahasiswa  selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain di Jerman,” ungkap Andi, tersenyum.

 

Meski tidak belajar dalam satu universitas, tapi Andi dan Damenta selalu terkesan akrab dan sesekali bertemu dalam merumuskan masa depan mereka sebagai anak bangsa (Indonesia).

 

Damenta saat itu belajar di _German University of Administratif Speyer_ di negara bagian Rheinlandfaiz selatan Jerman. Sedangkan Andi Wijaya  belajar di _Georg-August University Geottingen_ di negara bagian Niederscheen –utara Jerman.

 

Damenta mengatakan bahwa pengelolaan limbah domestik di Jerman sudah sangat baik. Itu dibuktikan dari keberadaan air sungai yang sangat bersih dan jernih.

 

Saat Andi dan Damenta rehat setelah acara _World Toilet Day 2024_  berjalan, keduanya kembali bernostalgia.

 

Ketika belajar di universitasnya masing-masing, Andi dan Damenta memperoleh beasiswa Pemerintah Jerman melalui badan pertukaran akademik atau disebut _Deusche Akademische Austauschedien_.

 

Ketika di Jerman, kata Andi, Damenta menekuni bidang ilmu kebijakan dan administrasi publik. Sedangkan Andi, menekuni bidang biotechnologi.

 

Andi menyatakan bahwa untuk mengambil kuliah ilmu sosial di Jerman lebih sulit. Sebab penguasaan bahasa Jermannya dituntut harus lebih dan tantangan yang dihadapi pun jauh lebih besar.

 

Karena itu tak heran apabila banyak filsuf dari Jerman seperti Karl Marx,  Friederich Nietzsche, Immanuel Kant dan Wilhelm von Humboldt.

 

Tentu saja tuntutan profesor di sana –terkait  ilmu-ilmu sosial, akan lebih tinggi. Desertasi milik Andi ditulis dalam bahasa Inggris, sedangkan desertasi Damenta ditulis  dalam bahasa Jerman. Apalagi tatanan bahasa Jerman diakui terlalu rumit.

 

Sebagai mahasiswa di Jerman, keduanya mempunyai hak untuk bisa bekerja paruh waktu. Andi dan Damenta memanfaatkan kebijakan itu.

 

Damenta bekerja sebagai pramusaji, sedangkan Andi Wijaya bekerja sebagai pengantar koran. “Wuih, memang pelik hidup di rantau sebagai mahasiswa,” ucap Andi.

 

Yang sangat lucu untuk dikenang, Damenta pernah melayani seorang pelanggannya. Eh, tak tahunya, pelanggan tersebut adalah profesor pembimbing di tempat dia belajar.

 

Setelah itu Damenta diminta profesor tersebut untuk tidak lagi bekerja di restoran, tapi diminta menjadi asistennya di institut tempat Damenta belajar.

 

Tugas Damenta saat itu mempersiapkan literatur yang dibutuhkan profesor untuk kebutuhan mengajar atau aktivitas penelitian.

 

Sementara sebagai loper koran, Andi Wijaya sengaja memilih kerja sampingan itu agar tidak mengganggu waktu belajar.

 

Karena itu Andi mengantar koran ke rumah-rumah pelanggan ketika hari masih pagi sekali dengan menggunakan sepeda. Tantangan paling berat saat itu bagi Andi adalah ketika musim salju, jalan yang ia lalui sangat licin dan cuacanya dingin sekali. “Wuih, kalau sudah musim salju, saya harus hati-hati sekali. Sebab, jika tak hati-hati, bisa tergelimpang ke aspal. Ini berbahaya sekali,” ujar Andi.

 

Setelah menghadapi beragam tantangan di Jerman saat kuliah dulu,  sekarang Andi dan Damenta bisa mengabdikan diri di Kota Palembang –dengan  fungsi dan posisi yang berbeda.

 

Terkait seminar _World Toilet Day 2024_ yang dibicarakan sebelumnya,  Damenta berharap kepada mahasiswa untuk mencontoh sikap dan tanggung jawab di lingkungan masing-masing agar anak-anak sungai di Palembang bisa menjadi bersih seperti sungai yang ada di Jerman.

 

Bahkan di kota tempat Damenta belajar dulu di Jeman, ada Sungai Rhein,  yang merupakan sungai terbesar di Eropa. “Sungai Rhein sangat indah. Airnya begitu jernih sehingga banyak orang yang berwisata ke sungai itu,” ujar Damenta.

 

Sebagai Dirut di Perumda Tirta Musi, Andi yakin apabila masyarakat Kota Palembang mampu mengubah sikap dan perilaku hidupnya, sungai yang ada di Palembang bisa sama seperti Sungai Rhein di Jerman.

 

Karena itu pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan jaringannya di Sungai Selayur menunjukkan komitmen pemerintah yang kuat untuk mengembalikan perairan di Kota Palembang menjadi bersih dan asri. (anto narasoma)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *